Jembatan Barito

minggu, 30 maret 2008

Bagi para pengendara yang menuju ke daerah kalimantan tengah yang bertolak dari kalimantan selatan, pasti melewati jembatan ini. Jembatan Barito terletak di daerah Anjir kabupaten barito kuala KalSel.

hari minggu pagi yang panasnya agak begitu membakar kulit tidak menyurutkan keinginan untuk mengunjungi jembatan ini. karena beberapa bulan sebelumnya saya hanya melewatinya, tak singgah untuk menginjakkan kaki atau mengabadikannya.

hanya bermodalkan sepeda motor yang lumayan tua, sy dan seorang penghuni kost-kostan Arjuna mempersiapkan diri menuju kesana. tak ada persiapan khusus, hanya beberapa pengecekan perlengkapan kendaraan. Jarak tempuh dari kost-kostan kami menuju jembatan tidak terlalu lama, hanya membutuhkan sekitar 45 menit saja. wew....

sepeda motor butut pun meluncur...
aungan suara knalpot begitu memekakkan telinga, belum lagi suara yang keluar jika motor di rem. hmm...menambah kebisingan kota banjarmasin saja. untuk menguranginya, sepasang headset menutupi kedua lubang telingaku, merdunya suara lagu yang terdengar mengalahkan kebisingan kota siang itu.


45 menit setelah terjemur diteriknya panas mentari, akhirnya kami tiba di jembatan. kami berhenti diantara pilar-pilar jembatan yang berdiri kokoh sejenak bersembunyi dari cahaya menyengat yang membuat kami gerah. motor kami parkir di tepi trotoar yang berada diatas jembatan. rupanya tak hanya kami, banyak orang yg singgah untuk beristirahat sambil menikmati kekokohan Jembatan yang agak angkuh itu.

setelah puas menikmati suasana diatas jembatan, mengabadikannya dengan kamera unikku (pantech) kami pun beranjak turun dibawah jembatan. di bawah terdapat warung-warung penjaja makanan dan beberapa pondok-pondok tempat peristirahatan. anehnya, suasana dibawah jembatan agak sedikit kumuh dan kurang perawatan. Sepertinya pemerintah setempat tidak lagi memperhatikan kondisi Jembatan. sehingga jembatan tersebut menjadi sepi.

bisa di hitung jari jumlah pengunjung yang datang, ada diantara kami sepasang anak muda yang sedang memadu kasih. Romantis sekali kelihatannya. wew...cuman sayang, tempatnya tidak mendukung untuk menjadikannya sesuatu yang romantis. namanya juga cinta, apapub bisa menjadi indah. Tak lama kami duduk disebuah warung menikmati dinginnya es kelapa muda yang meluluhkan dahaga kami, datang beberapa rombongan bermobil. Bila dilihat jenis mobil yang mereka bawa, sepertinya mereka dari kalangan atas. hmmm...setelah saya hitung, ada sekitar sepuluh mobil. mereka datang beriringan. mereka keluar mobil sambil membawa wadah yang berisi sesuatu. saking penasarannya, saya lalu mendekati mereka dan mencoba menanyakan perihal isi wadah tersebut. ternyata...ribuan anak ikan bersemayam didalamnya. sepertinya mereka sedang melakukan ritual tertentu, Bila dilihat dari tampang-tampangnya, mereka berasal dari suku tionghoa apalagi saat turun seorang yang berpakaian layaknya seorang biksu yang biasa saya lihat di TV. mereka melakukan ritual seperti ini tiap tahun. Mereka melepas ribuan ekor benih ikan ke Sungai Barito. hmm... hanya sebagai rasa syukur mereka terhadap sang pencipta.

hari sudah semakin siang, terik matahari semakin menjadi saja. kamipun bergegas untuk kembali. Tak jauh dari jembatan terdapat semacam gapura yang menyambut kita. "Selamat datang di Jembatan Barito". Dan seperti biasa, kami mengabadikannya.

:)




6 Mei 2008

Masih teringat dibenak kita akan salah satu tayangan pembuka sebelum suatu acara di mulai pada salah stasiun TV swasta kita (RCTI). Terlihat seorang wanita tua yang berada disalah satu pojok dermaga sedang duduk didepan dagangannya. Sesaat setelahnya ia tersenyum sembari mengacungkan jempol kepada kita. Itulah senyum khas orang-orang banjar yang berada dipasar tradisional yang aktifitasnya dilakukan diatas sungai. Pasar terapung tepatnya. Pasar ini sudah menjadi turun temurun bagi warga setempat, tak heran jika banyak wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang datang berkunjung walaupun mereka tak bertransaksi layaknya berada dipasar.

Pagi itu, setelah sholat shubuh saya dan teman-teman penghuni kost-kostan Arjuna berencana kesana. Dengan bermodalkan sebuah mobil rental yang disewa oleh salah satu penghuni kost, ia menyewa bukan lantaran untuk berwisata ke pasar terapung namun karena pekerjaannya yang membutuhkan mobilitas tinggi maklum ia adalah seorang pekerja lapangan layaknya saya. Pada hari minggu dimana aktifitas kami tidak diisi dengan kesibukan kantor yang melelahkan pun menjadi hari yang baik untuk mengunjunginya.

Setelah semuanya berkumpul kamipun dengan segera menuju kesana, maklum pasar tersebut hanya ramai dikala mentari masih sedikit malu untuk menampakkan keangkuhannya. Suasana dingin masih menyelimuti kami namun tak menyurutkan niat kami menjadi wisatawan dipasar terapung.

Perjalanan dari kost-kostan kami hanya ditempuh kurang lebih 25 menit, sepagi ini lalu lalang kendaraan masih sangat sepi sehingga kami dengan leluasa mengendarai sebuah kijang LGX dijalan raya. Lagian lokasi pasar tidak terlalu jauh dari kost-kostan, masih dalam area yang sama, kota Banjarmasin. Sesampainya didermaga yaitu didaerah kuin selatan kami harus menyewa sebuah perahu kelotok yang banyak disediakan oleh warga sekitar, hitung-hitung ini juga menjadi salah satu mata pencarian warga sekitar. Dengan biaya 80 ribu rupiah yang seharusnya masih bisa dapat lebih murah, namun karena negosiasi salah seorang teman kami tidak begitu bagus akhirnya kami menggunakan jasanya. Harga itu untuk sebuah perahu beserta nahkoda kecilnya (kalo kapal besar kan nahkoda, makanya kami menamainya nahkoda kecil) yang membawa kami menuju pasar terapung, pulau kembang dan kembali kedermaga. Tanpa menunggu lagi, kamipun menaiki perahu kelotok dan menuju kepusat keramaian pasar terapung. Perahu kami masih leluasa karena hanya diisi 10 orang termasuk sang nahkoda kecil.

Agak sedikit mengecewakan. Ini yang kami rasakan sesampainya dipusat pasar terapung. Para pelaku utama yang berada dilokasi tidak terlihat begitu menampakkan keramaian, hanya beberapa perahu pedagang saja yang ada, belum lagi konsumen mungkin bisa dihitung jari saja. Bayangan yang ada dibenakku tidak sesuai dengan apa yang indera penglihatan ini rasakan, seperti ada keganjilan disini, tidak seramai tayangan pembuka acara di RCTI, juga tidak seramai gambar yang pernah saya lihat beberapa waktu silam di internet. Tida terlihat keramaian transaksi layaknya sebuah pasar disini. Sepi. “Mungkinkah kedatangan kami terlambat” pikirku. Pikiranku langsung terhambur dikala seorang Ibu dengan perahu kecilnya menabrak perahu kami. Sentak perahu kami bergoyang. Salah seorang teman kami berteriak histeris. Wajar saja, karena dia seorang wanita yang dikagetkan seolah-olah perahu kami akan tenggelam. Ibu yang menabrak kami tersenyum kemudian menyapa dengan aksen khaas banjarnya, kami membalas senyuman itu dengan senyuman khas pagi kami yang masih jelas terlihat muka bantal. Kemudian Ibu itu menawarkan sesuatu barang dagangan kepada kami, ia memperlihatkan semua dagangan yang berada diatas perahu kecilnya. Hmm…beraneka buah-buahan tersedia diperahunya. Namun ada yang unik disini. Ibu itu hanya seorang diri diatas sebuah perahu yang kecil dan nampaknya memang diperuntukkan hanya seorang pengguna saja. Diatas perahu kecil tadi terhampar beraneka ragam buah yang jumlahnya tidak sedikit, memenuhi sudut-sudut perahu yang kosng malah sehingga perahu kecil tadi terlihat penuh. “Ibu ini tidak takut tenggelam?” tanyaku dalam hati. Ibu itupun berlalu setelah melakukan transaksi dengan diperahu kami, ia bergegas menuju perahu wisatawan lainnya. Dan nampaknya ekspresi yang sama juga ditunjukkan oleh orang-orang yang berada diperahu yang dituju Ibu itu.

Setelah menikmati, walaupun kurang memuaskan dipasar terapung ini, kami pun hendak menuju ke suatu pulau yang dekat dengan keamian pasar. Pulau kembang. Namun sebelumnya kami singgah disebuah perahu yang menjajakan wadai (sebutan “kue” bagi masyarakat banjar). Kami menikamti jajanan selayaknya sarapan pagi. Selain kue, adapula bungkusan nasi kuning yang ia jajakan. Dengan penuh canda tawa, kami menikmati kue dan ditemani dengan kopi khas banjar. Disebut khas banjar karena mungkin airnya berasal dari sungai tersebut. Hehehehehehe…

Rasa lapar kami pun terobati, kami pun segera beranjak kepulau kembang. Sekitar 15 menit perjalanan akhirnya perahu kami akan merapat disebuah dermaganya. Ada yang unik dsini…bukannya warga-warga yang menyambut kami melainkan sekumpulan makhluk yang mirip pembaca blog ini (baca: monyet). Hehehehehe…

Monyet-monyet itu berdatangan kearah kami, beberapa dari mereka melompat keatas perahu kami, ia sedang mencari sesuatu dari kami dan sepertinya ia mencari saudaranya yang telah lama hilang dan kini kembali. Rupanya ia mencari makanan, mereka berusaha membuka dan menarik dengan paksa benda-benda yang kami bawa. Pantas saja, sebelum sampai dipulau itu, sang nahkoda kecil mengingatkan kami untuk menjaga barang-barang kami. Awalnya kami pikir dipulau kembang merupakan pusat para komplotan penjahat kelas kakap seperti layaknya pulau nusa kambangan. Ah ternyata…makhluk-makhluk berparas jelek, dekil, dan kurang sopan yang mendiami pulau itu.

Kami pun menuju gerbang masuknya. Sebelum masuk kami harus membeli tiket seharaga Rp. 2500/ org. setelah menyelesaikan urusan administrasi, kamipun beranjak masuk. Dan tentu saja kami disambut makhluk-makhluk rakus.

Pulau kembang bearda ditengah-tengah sungai, areanya tidak begitu luas. Vegetasi yang tumbuh layaknya vegetasi air seperti bakau. Pulau ini didiami oleh monyet-monyet, entah datangnya darimana. Tak ada satupun warga yang tinggal dsini, mereka hanya datang untuk berjualan atau menawarkan jasa sebagai “guide” atau lebih pantas disebut pawang monyet guna menghindari prilaku monyet yang sediki menyebalkan. Didalam pulau ada jalan yang terbuat dari kayu-kayu layaknya jembatan didermaga. Jalannya menyusuri pulau kemabang. Saat melewatinya kita akan banyak menemukan spesies jenis ini, ada yang bergelantungan dipohon, berjalan didepan, samping dan belakang kami seolah-olah bagian dari gerombolan kami. Hanya satu yang mereka tunggu, kenaikan hati kami memberikannya makanan. Warga sekitar menjual kacang yang nantinya kita berikan kepada monyet-monyet. Sepertinya monyet-momyet ini memiliki ketergantungan kepada pengunjung. Jelas nampak beberapa dari mereka yang hanya bermalas-malasan dan melakukan kebiasaanya. Mencari kutu dan bila dapat sesegera mungkin memasukkannya kedalam mulut sebelum monyet lain merampasnya. Terlihat didepan kami seorang wanita muda yang berteriak histeris karena dikeroyok segerombolan monyet tidak bertanggung jawab, berusaha merebut makanan yang tergenggam ditangannya. Sontak ia melepaskan makanan tersebut dan menjadi bahan rebutan monyet-monyet yang sedari tadi mengintainya. Sungguh terlalu…

Dipulau ini terdapat sebuah patung yang sangat mirip dengan salah seorang teman kami (sori ya Jokz, ini kenyataan yang tak harus ditutup-tutupi, hehehehe :Peace:) yang tak lain juga adalah salah satu tokoh dipewayangan. HANOMAN. Wew…patungnya sangat tidak terawat. Didekat patung ada seorang lelaki tua yang menjual jasa memanjatkan doa kepadaNya melalui perantara sang patung. Tampak juga sebuah bangunan persegi yang nampak seperti kuburan. Mungkin ini adalah sebuah kuburan seorang leluhur atau seekor leluhur J.

Bila anda ingin berfoto dengan segerombolan monyet tidaklah susah, anda cukup menaburi kacang disekujur tubuh, sontak monyet-monyet akan mengerubuni anda layaknya serang bintang yg dihampiri para fans untuk meminta tanda tangan. Namun hal itu tidak kami lakukan, melihat kondisi monyet-monyet yang terlihat dekil dan bau.

Puas bercengkrama dengan para monyet dan haripun mulai beranjak naik dimana matahari sudah menampakkan keangkuhannya. Kamipun meningglkan pulau kembang dan menuju pulang. Kenangan-kenangan di pasar terapung dan pasar kembang sudah tentu terabadikan melalu gambar yang diambil dari “lagi-lagi” kamera HPku yang sakral, Pantech.

Waktu masih menunjukkan pukul 9 pagi saat kami tiba dikost-kostan. Masih pagi memang yang menandakan kami harus melajutkan mimpi indah kami semalam. Saya pun harus melanjutkan, maklum semalam durasi bemimpiku hanya beberapa jam saja yang sangat tidak dianjurkan oleh para dokter, tidur cukup. Aku membaringkan badan ini yang sedikt lelah akibat ulah para monyet.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda